Kamis, Februari 14, 2008

Etika Kuliah

Tidaklah mudah untuk menanamkan etika kepada anak manusia. Apalagi ketika mereka dibesarkan dalam keluarga yang berbeda-beda satu sama lain. Tidak sedikit juga yang dibesarkan oleh pekerja rumah tangga di sela-sela tugas mereka mengurus rumah. Ketika keluar dari lingkungan keluarga dan mendarat mulus di kampus ini, bertemulah mereka dengan hasil didikan dari keluarga lain yang berbeda. Membawa serangkaian kebiasaan dan melakukannya mungkin tanpa bersituasi lebih dahulu.

Sudah jadi peraturan dari jaman dahulu kala, dan sudah terlanggar juga sejak ditentukan bahwa penampilan berkuliah ada dress code-nya. Baju berkrah [attached collar, bukan krah kertas yang ditempelkan], bersepatu pantas, dan tentu saja pakaian bawahan yang layak atau pantas. Sebenarnya tidak sulit untuk mengikuti semua ini jika memang ada kehendak dari dasar hati yang paling dalam karena kesadaran situasi.

Nyatanya, hal itu tidak mudah mengikuti yang sederhana itu. Dianggap kuno, tidak praktis dan mungkin tidak mengakomodasi aspirasi dan citra diri. Apalah itu artinya. Jadi beragamlah cara tak sesuai dengan aturan: segala sandal jepit dari ala WC sampe MALL masuk, kaos oblong obralan sampe ber-merek melenggang, dan kadang celana tak lengkap panjangnya pun ikut nimbrung masuk kampus.

Kondisi ini menjadi penyebab si dosen jadi rewel, bawel, kejam, sadis, dan tak kenal ampun. Sekalipun kadang dianggap keterlaluan gak penting marahnya, ya harus tetap usaha bahwa ini aturan boleh diterapkan dan dipertahankan. Jadi jangan salah jika salah satu akibatnya adalah jajaran sandal-sandal di depan kelas karena sang kaki harus telanjang seperti memasuki rumah suci karena aturan yang tak dipatuhi.

Namanya juga usaha.

1 komentar:

.:imel:. mengatakan...

itu sendal sapa bisa dijejer-jejer..? merazia sendal mbak?