Minggu, November 25, 2007

Ketika Seragam itu Ditanggalkan......

Eforia penanggalan seragam abu-abu [atau seragam SMA.. ..soalnya ada yang bukan abu-abu], tidak selamanya memberikan jaminan seragam itu tertanggal seluruhnya. Jejak-jejak seragam itu masih melekat. Bagi mereka penanggalan itu membawa banyak arti: masa terindah [the worst, in my case] sudah terlalui, menginjak dewasa dengan tanggung jawab lebih, lebih keren, kebebasan [= now I am taking control], akhirnya lepas dari monitoring ortu, new community, new adventures, atau .... awal dari perjalanan yang berat. Masih banyak arti lain.

Ketika penanggalan itu dilanjutkan dengan status mahasiswa baru, tidak selamanya semuanya baru. Seragam lama itu melekat, sekalipun tak seorangpun merasa layak disamakan dengan anak SMA. Tapi ketika sistem belajar menuntut:
  • kemandirian mereka untuk belajar mencari informasi sendiri,
  • mereka membangun kebiasaan membaca pengumuman,
  • mereka memilih komunitas yang benar,
  • pertanggungan jawab terhadap jadwal matakuliah,
  • penyelesaian tugas secara maksimal dan tepat waktu,
  • keberanian menanggung resiko ketika absen mereka lebih dari seharusnya,
  • sikap pantas di kelas dan pada rekan dan dosen,
  • manajemen diri sendiri
maka rasa tak nyaman, terkekang dan patah semangat muncul. Mereka memilih dianggap dewasa sesuai dengan definisi mereka: sukaku-mauku. Enggan untuk memacu diri untuk lebih baik. Bergantung pada orang lain atau teman lebih jadi pilihan. Menganggap enteng semua deadline dan peraturan. Masuk universitas seperti membeli barang: karena aku bayar aku berhak.

Menyedihkan........

Teguran dosen disambut argumentasi dan sumpah serapah:@^&*^@#&^&^#*$#(*. Memaksakan keringanan dan dispensasi di akhir semester [waktu nilai sudah keluar] hanya dengan berbekal wajah penuh penyesalan sementara.

Menyedihkan.........

Berkabung saja kalau begitu.

Tidak ada komentar: