Selasa, Maret 25, 2008

ASISTEN DOSEN

Seringkali tidak disadari oleh para asisten bahwa penampilan mereka menjadi contoh bagi adik-adik praktikannya. Ketika mereka mengajar, ada teladan yang disampaikan, bukan hanya sekedar materi praktikum yang harus selesai dipresentasikan dalam waktu 3x50 menit. Lebih dari sekedar materi, mereka juga menyampaikan nilai-nilai yang mereka anut, prinsip yang mereka pegang, kebiasaan yang membangun mereka, dan bahkan cara berpikir yang membuat mereka menghasilkan solusi dari permasalahan.

Apa jadinya ketika para asisten dosen (asdos) tidak menyadari itu semua, sehingga melihat profesi asisten adalah peluang mendapatkan uang, popularitas, kedekatan dengan dosen, koneksi, fasilitas lebih dan kesempatan kelihatan lebih pintar daripada yang diajar?
Ya.. mereka akan mengajar sekenanya. Anggap enteng bahan praktikum. Buat soal pada detik-detik terakhir sehingga solusinya tak disadari melebihi cakupan materi yang mereka sudah sampaikan. Datang sekenanya, kalau terlambat pun tanpa ada rasa salah karena status asdos jadi tameng pembenaran. Presentasi asal cuap-cuap, gak masalah yang mendengar mengerti atau tidak yang penting presentasi sudah selesai. Penampilan seketemunya: kaos oblong sandal jepit pun jadilah.. ASISTEEEENNNNN. Hah!! Sedihnya!!

Apa guna otak pintar tak tahu santun? Apa guna kemampuan tanpa EQ?

Jadi ingat asisten-asisten jaman dulu. Mereka seperti kakak sendiri. Tempat bertanya nomor satu, karena takut tanya pada dosen. Tempat berkeluh kesah dan curhat. Mereka dihormati, karena itu mereka populer. Ada asisten favorit karena murah hati, perhatian, sabar, dan mengajarnya bersaing dengan dosennya [kadang malah lebih bagus dari dosennya]. Mereka tampil lebih dewasa dengan penampilan formil, dan datang tepat waktu. Mereka saling menghargai sesama asisten. Ketika mereka marah, itu karena mereka punya alasan untuk membangun kami. Persiapan mereka tidak main-main. Uang di jaman dulu gak seberapa. Ada yang naik sepeda, ada yang bajunya hanya itu-itu saja, ada yang bercokol di lab lebih lama dari lain karena tidak punya komputer sendiri untuk persiapan. Lebih lagi, mereka tak pernah kehabisan kata-kata untuk beri apresiasi atas hasil kerja praktikannya dan memberi semangat ketika ada yang ketakutan dengan monster pemrograman. Di luar jam praktikum pun, mereka masih mau menjawab pertanyaan, dan beri solusi di tengah-tengah perjuangan akademik mereka yang lebih berat.

Masih ada enggak ya semangat dan perilaku seperti itu? Mungkin masih ada harapan. Mereka tidak melakukan mungkin karena tidak menyadari, mungkin karena tidak tahu, dan mungkin karena tidak mendapat contoh.

2 komentar:

Budi Susanto mengatakan...

Yang menjadi keprihatinan bersama adalah mahasiswa sekarang ini seperti lupa akan ajaran "sopan santun" (walaupun tidak semua). Kejadian yang sering aku dengar adalah ketika ada barang milik sesama mahasiswa lain tertinggal di laboratorium komputer, mahasiswa yang merasa menemukan tidak memiliki tanggung jawab untuk mengembalikannya atau dititipkan pada petugas yang ada, tapi langsung di bawa pulang, seolah-olah itu miliknya. Sungguh menyedihkan kondisi ini. Hai mahasiswa, belajarlah untuk santun dan jujur, karena itu modal utama ketika Anda semua bekerja atau terjun ke masyarakat kelak.

agungnugroho mengatakan...

terima kasih bu..atas nasehatnya...semoga saja saia dan teman - teman asdos yang lain,mampu memberi teladan bagi para mahasiswa yang kami ajar..dan tidak hanya sekedar materi kuliah saja yang kami berikan...

tapi saia mau bertanya bu...manakah yang lebih penting...bahan ajar selesai dalam 1 pertemuan atau mahasiswa dijelaskan sampai mengerti benar apa yang sedang mereka kerjakan dalam praktikum tersebut?

Saia merasa bingung dalam bagaimana mengajar mahasiswa.Dosen meminta bahan ajar 1 bab yang materinya banyak,selesai dalam 1 hari praktikum,tetapi mahasiswa tidak mengerti benar apa yang diajarkan dalam praktikum tersebut. Mana yang benar bu...? Mohon bantuannya.Terima Kasih.